RAJIN BELAJAR GIAT BERAMAL

Selasa, 05 April 2011

Adab Sholat

ADAB SHALAT

(Sumber : Kitab MAROQIL ‘UBUDIYAH Syarakh Bidayah Al-Hidayah Karya : Muhammad Nawawi Al-Jawi)

Apabila selesai membersihkan kotoran di badan dan telah suci dari hadats tutuplah aurat dari pusat sampai ke lutut, berdirilah menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki dan bacalah surah An-Naas untuk melindungi diri dari godaan setan.
Hadirkan hatimu dengan apa yang sedang engkau hadapi dan kosongkan dari rasa was-was dan ingatlah di hadapan siapa engkau berdiri dan bermunajat serta agungkanlah munajat itu dalam dirimu.

Hendaklah engkau merasa malu untuk bermunajat kepada Tuhanmu dengan hati yang lalai dan dada yang dipenuhi dengan urusan dunia serta keinginan-keinginan buruk, bukan memikirkan urusan akhirat seperti surga dan neraka. Ini adalah makruh pula sebagaimana di sebutkan oleh Ar-Ramli. Ketahuilah bahwa di saat engkau berdiri di hadapan Allah swt. Dia mengetahui isi hatimu dan melihat kepada hatimu. Bayangkan dalam shalatmu bahwa surga ada di sebelah kananmu dan neraka di sebelah kirimu, karena jika hati sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya. Maka perumpamaan ini menjadi obat untuk menolak rasa was-was. Demikian disebutkan dalam Awaariful Ma'arif. Sesungguhnya Allah menerima dari shalatmu sesuai dengan kadar kekhusyu'an, ketundukanmu dan kerendahan diri serta do’amu yang tulus. Ada yang mengatakan; shalat itu terdiri dari empat bagian, yaitu kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa dan ketundukan anggota tubuh.





Kehadiran hati menyingkap tabir, penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu¬-pintu dan ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala. Maka siapa yang mengerjakan shalat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka ia sia¬-sia. Barangsiapa menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi kewajibannya. Demikian disebutkan dalam Awaariful Ma'arif.


Diriwayatkan dalam khabar: "Tidaklah manusia mendapat dari shalatnya kecuali apa yang ia pahami dari shalatnya." Dan telah diriwayatkan dalam khabar bahwa siapa yang khusyu' dalam shalatnya, wajiblah surga baginya dan ia pun keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Beribadahlah kepada Allah dalam shalatmu seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan anggota badanmu tidak tenang lantaran kurangnya pengetahuan terhadap kebesaran Allah swt., maka hadirkan dalam shalat seseorang yang shalih dari pemuka keluargamu melihat kepadamu untuk mengetahui bagaimana shalatmu. Saat itu hatimu hadir dan anggota-anggota tubuhmu akan tenang karena takut dikatakan shalatmu kurang khusyu'.

Kemudian katakan dalam hatimu: "Hai diri yang buruk, engkau mengaku mengenal Allah dan mencintai-Nya. Tidakkah engkau merasa malu terhadap Pencipta dan Tuhanmu, karena engkau telah berbuat riya' dalam shalatmu dengan mengumpamakan seorang hamba yang hina melihatmu sedang ia tidak berkuasa membahayakanmu maupun memberimu manfaat, namun anggota badanmu tunduk dan shalatmu menjadi baik. Engkau pun tahu bahwa Allah melihatmu sedang engkau tidak tunduk kepada kebesaran-Nya. Apakah Allah swt. di sisimu lebih kecil dari pada salah seorang hamba-Nya. Betapa besarnya kedurhakaan dan kebodohanmu dan betapa besar permusuhanmu terhadap dirimu, karena engkau menghormati seorang hamba yang hina dan tidak menghormati Allah swt., engkau takut kepada manusia dan tidak takut kepada Allah swt. sedangkan engkau seharusnya lebih takut kepada-Nya."

Obatilah hatimu dengan cara ini, barangkali hatimu hadir bersamamu dalam shalatmu, karena engkau tidak mendapat dari shalatmu, kecuali yang engkau perhatikan sepenuhnya. Adapun bacaan dan dzikir yang engkau lakukan dalam keadaan lalai dan lupa, maka ia memerlukan istighfar dan kaffarat (tebusan), karena shalatmu mengalami cacat. Khusyu' dalam shalat, walaupun dalam sebagian darinya adalah wajib. Akan tetapi ia bukan syarat sahnya shalat sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Al-Bahrawi.


Jika hatimu hadir, maka janganlah tinggalkan iqamat meskipun sendirian, karena ia adalah untuk pembukaan shalat. Jika engkau menunggu kehadiran jama'ah, maka serukanlah adzan dan iqamat. Pendapat ini bahwa adzan tidak disunnahkan bagi orang yang shalat sendirian, ini berdasarkan mazhab yang lama, karena yang dimaksud dengan adzan adalah pemberitahuan sedangkan hal itu tidak terdapat pada orang yang shalat sendirian. Pendapat ini lemah.

Dalam mazhab baru adzan disunnahkan bagi orang yang shalat sendirian dengan mengeraskan suara di dalam bangunan atau di padang luas, meskipun ia mendengar adzan orang lain. Cukuplah dalam adzannya bila ia memperdengarkan dirinya.

Lain halnya dengan adzan untuk pemberitahuan. Apabila engkau menyerukan iqamat, maka niatkanlah tujuan shalat sesuai dengan jenisnya. Ketahuilah bahwa istihdhar (menghadirkan shalat) ada dua macam, hakiki dan urfi. Yang hakiki ialah menghadirkan bentuk shalat secara terinci dengan menghadirkan shalat yang dimaksud, setiap bagiannya. Sedangkan urfi ialah menghadirkan shalat secara keseluruhan. Kemudian muqaranah ada dua macam, hakiki dan urfi. Hakiki ialah bila bertujuan mengerjakan shalat yang di maksud, misalnya Dhuhur, dan tidak melalaikannya dari permulaan takbir hingga akhirnya.

Para ulama menukil dari Imam Asy-Syafi i bahwa yang wajib menurutnya adalah istihdhar urfi disertai muqaranah hakiki.
An-Nawawi memilih pendapat Imam Huramain, yaitu mencukupkan dengan muqaranah urfiah bersama istihdhar urfi.
Ini adalah ringkasan pendapat yang disebutkan dalam Kasybun Niqaab oleh Asy-Syeikh Ali bin Abdul Barr Al¬Wanna'iy.

Selalu niatkan dalam hatimu setiap engkau akan shalat sesuai dengan waktunya untuk membedakan dari yang qadha' dan sunnah serta dari waktu lainnya. Hendaklah makna-makna dari lafadz-lafadz ini hadir dalam hatimu ketika engkau bertakbir dan pertahankan sampai akhir takbir supaya niatnya tidak lepas darimu sebelum selesai bertakbir, karena itulah yang wajib menurut Imam Asy-Syafi’i dan lebih sempurna menurut Imam Huramain.

Apabila semua itu sudah hadir dalam hatimu, maka angkatlah kedua tanganmu di waktu bertakbir sampai batas kedua pundakmu dengan kedua telapak tangan terbuka. Jangan merapatkan jari-jarimu dan jangan merenggangkannya, tetapi biarkan menurut apa adanya hingga kedua telapak tanganmu sejajar dengan kedua telingamu.

Demikian disebutkan dalam Al-Ihya'. Akan tetapi Ibnu I {ajar berkata seperti Syaikhul Islam, disunnahkan membuka kedua telapak tangan dan merentangkan jari-jari serta merenggangkannya secara sedang.

Apabila kedua telapak tanganmu sudah berada tepat di tempatnya, maka bertakbirlah dengan menghadirkan niat yang lalu. Demikian disebutkan dalam Al-Ihya'.

Ibnu Hajar dan An-Nawawi berkata: "Pendapat yang lebih shahih ialah bahwa yang lebih utama di waktu mengangkat tangan adalah bertepatan dengan permulaan takbir."
Al-Wanna'iy berkata: "Dianjurkan mengakhiri takbir bersama meletakkan kedua tangan."


Kemudian turunkan kedua tangan dengan perlahan dan jangan mendorong kedua tanganmu ketika mengangkat dan menurunkannya ke depan dengan keras maupun mengangkat¬nya dengan keras ke belakang ketika selesai bertakbir.

Dan jangan mengebaskannya ke kanan dan ke kiri, yakni bila engkau selesai bertakbir. Apabila engkau menurunkan kedua tanganmu, maka angkatlah lagi ke dadamu setelah menurunkannya. Muliakanlah tangan kanan dengan meletakkannya di atas tangan kiri dan bentangkan jari-jari tangan kanan sepanjang tangan kirimu dan peganglah pergelangan tangan kirimu dengan telapak tangan kananmu,sambil membaca;

اَلله اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِىْ فَطَرَ السَّموَاتِ وَاْلاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَااَناَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ اِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِىْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذلِكَ اُمِرْتُ وَاَناَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

"Allah Maha Besar sebesar-besarnya dan segala puji yang banyak bagi Allah. Maha Suci Allah diwaktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan urus dan berserah diri dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah bagi Allah Tuhan sekalian alam. Tiada sekutu bagi¬Nya dan dengan semua itu aku disuruh dan aku termasuk orang¬-orang yang berserah diri."

Jika engkau berada di belakang imam, maka ringkaslah dalam membaca do’a iftitah karena takut tidak bisa membaca Al-Fatihah sebelum rukuknya imam.

Bacalah "A'udzu billahi min asy-syaithaanir rajiim" setiap mengawali membaca surah dengan suara pelan dalam setiap raka'at, karena ta'awwudz dianjurkan ketika hendak membaca surah.

Bacalah surah Al-Fatihah secara benar dan berusahalah sekuat tenaga untuk membedakan antara dhaad(ض) dan dhaa' (ظ) dalam bacaanmu di dalam shalatmu dan ucapkanlah Amin, setelah membaca Al-Fatihah, karena separuhnya adalah doa. Maka dianjurkan kita memohon kepada Allah agar mengabulkannya, baik di dalam shalat maupun di luarnya.

Akan tetapi lebih dianjurkan di dalam shalat. Janganlah menyambung perkataan dengan kalimat sebelumnya, tetapi berhentilah sebentar diantara keduanya untuk membedakan dzikir dari Al-Qur'an. Bacalah surah dengan suara keras dalam shalat Subuh, Maghrib dan Isya', yakni dalam dua raka'at pertama, kecuali bila menjadi makmum. Dan ucapkanlah Amin dengan suara keras dalam shalat yang keras bacaannya, walaupun engkau sendirian.

Bacalah dalam shalat Subuh surah-surah yang panjang dari Al-Mufashshal sesudah Al-Fatihah. Permulaan Al-Mufashshal adalah surah Al-Hujuraat dan penghabisannya adalah surah An-Naba dan surah-surahnya yang panjang adalah seperti surah Al-Mursalaat.
Dan bacalah dalam shalat Maghrib surah-surah yang pendek, yaitu dari Adh-Dhuha hingga akhir Al-Qur'an.

Dalam shalat Dhuhur, Ashar dan Isya' bacalah surah-surah yang sedang seperti A1-Buruuj dan yang hampir sama dengannya.
Dalam shalat Subuh di hari Jum'at bila waktunya luas, bacalah Alif Laam Miim Tanziil dalam raka'at pertama dan Al-¬Insaan dalam raka'at kedua. Jika shalat Subuh di perjalanan bacalah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash. Kedua surah ini dinamakan kemurnian ibadah dan agama sedang Al-Ikhlash untuk kemurnian tauhid.

Begitu pula salam dua raka'at fajar, thawaf dan tahiyyat serta diwaktu membaca surah dianjurkan bagi imam, orang yang sendirian dan makmum yang tidak mendengar bacaan imamnya. Janganlah menyambung akhir surah dengan takbir ruku', tetapi diamlah sebentar seperti lamanya ucapan Subhanallah. Disunnahkan pula diam sebentar antara ucapan Amin dan surah yang dibacanya.

Jika ia tidak membacanya, maka di antara Amin dan ruku'. Dan disunnahkan bagi imam untuk diam sesudah mengucapkan Amin dalam shalat yang keras bacaannya sekadar pembacaan Al-Fatihah oleh makmum jika diketahuinya bahwa makmum membacanya diwaktu diamnya.
Hendaklah diwaktu berdiri engkau memandang ke tempat sujudmu, walaupun engkau shalat di dalam Ka'bah atau di belakang seorang nabi atau menshalati jenazah. Hal ini dilakukan sejak permulaan hingga akhir shalat, karena lebih menyatukan dan lebih menghadirkan hati.


Apabila membaca tasyahud, maka disunnahkan membatasi pandangannya pada jari telunjuknya selama terangkat setelah memberi isyarat dengannya: Illallah dalam tasyahud dan hendaklah membungkuk mengahadap kiblat. Hal itu berlangsung terus hingga berdiri dari tasyahud awal atau salam dalam tasyahud akhir.

Janganlah engkau menoleh ke kanan atau ke kiri dalam shalatmu dan seandainya engkau bermaksud bermain dengar menoleh, maka batalah shalatmu. Kemudian bertakbirlah untuk ruku' dan angkatlah kedua tanganmu bersama permulaan takbir dan jangan terus mengangkatnya sampai selesai sebagaimana disunnahkan mengangkat kedua tangan dalam takbiratul ihram. Panjangkan takbirnya sampai selesai ruku', kemudian letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua lututmu sementara jari-jarimu terbuka sedikit menghadap kiblat sepanjang betis dengan lurus. Tegakkan kedua lututmu secara terpisah dan ulurkan punggung dan leher serta kepalamu dengan lurus seperti papan dan jauhkan kedua sikumu dari kedua lambungmu. Untuk wanita cukup merapatkan yang satu dengan yang lain.

Ucapkanlah "subhana robbiyal adhiim" tiga kali. Jika engkau sendirian, maka boleh ditambah hingga 27 kali.

Mengucapkan tasbih sekali telah menghasilkan sunnah, tetapi makruh. Kemudian angkatlah kepalamu hingga engkau berdiri tegak dan angkatlah kedua tanganmu seraya mengucapkan "sami'allahu liman hamidah". Apabila engkau berdiri tegak, lepaskanlah kedua tanganmu dan ucapkanlah:

رَبَّناَ لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُ مَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ

“Ya Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenuh langit dan sepenul bumi dan apa pun yang engkau kehendaki selain itu."

Jika engkau mengerjakan shalat Subuh, maka bacalah do’a qunut dalam raka'at kedua sesudah bangkit dari ruku'. Qunut terwujud dengan setiap kalimat yang mengandung do’a dan pujian kepada Allah. Akan tetapi yang paling utama adalah qunut Nabi saw., yaitu:
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِىْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَباَرِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنْىِ شَرَّماَ قَضَيْتَ فَاِنَّكَ تَقْضِىْ وَلاََيُقْضَى عَلَيْكَ وَاِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّمَنْ عَادَيْتَ تَباَرَكْتَ رَبَّناَ وَتَعاَلَيْتَ

"Ya Allah, berilah aku petunjuk diantara orang-orang yang Engkau beri petunjuk dan berilah aku kesehatan diantara orang-orang yang Engkau beri kesehatan, pimpinlah aku di antara orang-orang yang Engkau pimpin, berkatilah dalam apa yang Engkau berikan dan lindungilah aku dan keburukan takdir-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tidak menerima keputusan. Sesungguhnya tidaklah hina siapa yang Engkau cintai dan tidaklah mulia siapa yang Engkau musuhi, Maha Suci Tuhan kami dan Maha Tinggi."

Setelah itu dianjurkan membaca ini :

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ

Demikian disebutkan dalam Al-Adzkar.

Kemudian sujudlah sambil bertakbir, tanpa mengangkat kedua tangan dan letakkan lebih dulu kedua lututmu, kemudian kedua tanganmu, yakni kedua telapak tanganmu dalam keadaan terbuka, kemudian dahimu dalam keadaan terbuka dan letakkan hidungmu sejajar dengan dahi. 

Wajib menempelkan dahi pada tempat sujud, sedang membuka anggota sujud yang selain itu adalah mandub dan kedua lutut adalah makruh sedangkan meninggalkan tertib dalam meletakkan anggota-anggota ini adalah makruh.

Jauhkanlah kedua sikumu dari lambungmu dan angkatlah perutmu di atas kedua pahamu, sedangkan wanita jangan melakukan itu. Dan letakkan kedua tanganmu di atas tanah sejajar dengan pundak sambil mengucapkan "subhana robbiyal a'laa" tiga kali atau tujuh kali atau sepuluh kali bilamana engkau berada sendirian.
Demikian pula bila engkau shalat berjamaah dan sujud lama, karena di dalam sujud tidak boleh diam.

Adapun bagi seorang imam, maka jangan lebih dari tiga kali. Kemudian angkatlah kepalamu dari sujud seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tanganmu hingga engkau duduk tegak dan duduklah di atas tumit kakimu yang kiri dan tegakkan telapak kakimu yang kanan dan letakkan kedua telapak tanganmu di atas kedua pahamu dengan jari-jari terbuka, jangan merapatkan maupun merenggang-kannya. Tidaklah mengapa bila terus meletakkan kedua telapak tangan di atas tanah hingga sujud yang kedua.

Ucapkanlah dalam keadaan duduk itu:

رَبِّ اغْفِرْلِىْ وَارْحَمْنِىْ وَارْزُقْنِىْ وَاهْدِنِىْ وَاجْبُرْنِىْ وَعَافِنِىْ وَاعْفُ عَنِّىْ

"Ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk dan perbaikilah aku, berilah aku keselamatan dan maafkanlah aku."

Dalam Al-Adzkar diriwayatkan oleh Baihaqi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. apabila mengangkat kepalanya dari sujud, beliau mengucapkan :

رَبِّ اغْفِرْلِىْ وَارْحَمْنِىْ وَاجْبُرْنِىْ وَارْفَعْنِىْ وَارْزُقْنِىْ وَاهْدِنِىْ. وفى رواية ابي داود : وَعَافِنْىْ


"Ya Tuhanku, ampunilah aku, kasihanilah aku, perbaikilah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki dan berilah aku petunjuk. Dalam riwayat Abi dawud: "Dan berilah aku keselamatan."

Janganlah memanjangkan duduk ini, kecuali dalam shalat tasbih. Kemudian sujudlah untuk kali yang kedua seperti itu, kemudian duduklah tegak sejenak untuk istirahat dalam setiap raka'at yang tidak ada tasyahud sesudahnya.

Tidaklah mengapa bila makmum ketinggalan dari imam lantaran duduk ini, karena hanya sebentar. Bahkan melakukannya pada waktu itu adalah sunnah. Ini tidak disunnahkan sesudah sujud tilawat.

Kemudian engkau berdiri dari sujud dan duduk istirahat dan engkau letakkan kedua tangan di atas tanah dengan bertumpu pada bagian bawah kedua telapak tanganmu dan jari-jarinya. Janganlah engkau majukan salah satu dari kedua kakimu di waktu bangkit dan mulailah mengucapkan takbir untuk bangkit ketika mendekati batas duduk istirahat dan panjangkan takbir itu hingga tengah-tengah kebangkitanmu untuk berdiri. Hendaknya duduk ini cepat sekali, maka tidak boleh memanjangkannya seperti duduk di antara dua sujud sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar. Duduk ini tidak disunnahkan bagi orang yang duduk, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dan Ar-Ramli.

Kerjakanlah raka'at yang kedua seperti raka'at pertama, yakni dalam meletakkan kedua tangan di bawah dada, membaca Al-fatihah dan surah serta memusatkan pandangan pada tempat sujud. Ulangilah membaca ta'awwudz dalam permulaan berdiri, karena ia disunnahkan untuk membaca surah dan jangan ulangi membaca doa iftitah.

Kemudian duduklah dalam raka'at kedua untuk membaca tasyahud pertama dan letakkan tangan kanan di waktu duduk tasyahud di atas paha kanan dengan jari-jari tergenggam, kecuali jari telunjuk dan ibu jarimu.

Bentangkan telunjuk kananmu dengan memiringkannya sedikit supaya tidak keluar dari arah kiblat engkau mengucapkan: "Illallah", bukan ketika mengucapkan: "Laa ilaha."

Dan letakkan tangan kiri dengan jari-jari terbentang di atas paha kiri dan duduklah di atas kakimu yang kiri dalam tasyahud ini seperti di antara dua sujud dan dalam tasyahud akhir duduk tawarruk (di atas paha).

Lengkapilah tasyahud akhir dengan doa yang terkenal di antara orang-orang yang diriwayatkan dari Rasulullah saw., sesudah membaca shalawat untuk Nabi saw. seperti:

اَللّهُمَّ اِنِّىْ اَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِـتْنَةِ الْمَحْياَ وَالْمَماَتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ. اَللّهُمَّ اِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِىْ ظُلْمًا كَثِيْرًا كَبِيْرًا وَلاَيَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ فَاغْفِرْلِىْ مَغْفِرَةٌ مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِىْ اِنَّكَ اَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahanam dan siksa kubur, dari fitnah di masa hidup dan sesudah mati serta kejahatan Al-Masih ad-Dajjal. Ya Allah, aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak dan besar dan tiada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."


Duduklah dalam tasyahud akhir di atas pantatmu yang kiri dan letakkan kakimu yang kiri di luar dari bawahmu dan tegakkan telapak kaki kanan. Kemudian setelah selesai membaca tasyahud, sambil menoleh ke kanan dan ke kiri ucapkanlah :
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Tidaklah dianjurkan mengucapkan: wa barokaatuhu, karena bertentangan dengan yang masyhur dari Rasulullah saw. meskipun telah disebutkan dalam sebuah riwayat oleh Abi Dawud. Demikian disebutkan dalam Al-Adzhar.

Pada kali pertama engkau menoleh hingga terlihat pipimu yang kanan dari belakangmu dan pada kali kedua hingga terlihat dari belakangmu pipimu yang kiri. Niatkanlah keluar dari shalat dengan salam yang pertama dan niatkanlah salam bagi para malaikat dan muslimin dari golongan manusia dan jin. Dengan salam yang pertama engkau niatkan bagi siapa saja yang ada di sebelah kananmu dan dengan salam yang kedua bagi siapa saja yang ada di sebelah kirimu dan boleh engkau niatkan pula bagi yang di belakang dan di depanmu. Disunnahkan menjawab oleh orang yang tidak shalat dan tidak wajib menjawab karena salam itu untuk tahallul.

Ini adalah bentuk shalat munfarid dan akan datang sifat shalat jama'ah yang melebihi sifat ini. Tiang shalat adalah khusyu' dan kehadiran hati disertai bacaan dan dzikir dengan pemahaman Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: "Setiap shalat yang hati tidak hadir di dalamnya, maka ia lebih cepat mendapat hukuman." Diceritakan dalam suatu hikayat: "Apabila engkau memasuki shalat, maka berilah aku kekhusyu'an dari hatimu dan ketundukan dari badanmu serta air mata dari matamu, karena sesungguhnya Aku adalah dekat."
Rasulullah saw. bersabda:

اِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّى الصَّلاَةَ فَلاَ يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا سُدُسُهَا وَعَشْرُهَا وَاِنَّمَا يُكْتَبُ لِلْعَبْدِ مِنْ صَلاَتِهِ بِقَدْرِ مَاعَقَلَ

“Sesungguhnya hamba mengerjakan shalat dan tidak ditulis baginya dari shalat itu seperenam maupun sepersepuluhnya, tetapi ditulis bagi hamba itu dari shalatnya sebanyak yang ia perhatikan darinya."

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abi Hurairah bahwa apabila hamba mengerjakan shalat di depan orang banyak dengan sebaik-baiknya dan mengerjakan shalat tersembunyi dengan sebaik-baiknya, maka Allah swt. Berkata : Ini adalah hamba-Ku yang sejati. Maksudnya ialah apabila seorang hamba mengerjakan shalat fardhu atau sunnah yang terlihat oleh banyak orang, lalu ia kerjakan shalat itu dengan sebaik-baiknya dan melakukan apa yang dituntut dalam shalat itu serta tidak bersikap riya dengannya atau mengerjakan shalat yang tidak terlihat oleh seseorang dan mengerjakannya dengan baik dengan memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya sedang ia memenuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka Allah memujinya dan menyiarkan pujian itu di antara para malaikat sehingga mereka mencintainya, kemudian ia dicintai oleh para penghuni bumi. Inilah hamba yang digambarkan sebagai hamba yang melakukan ketaatan. Maka ia adalah hamba sejati.

0 komentar: